Kamis, 24 Maret 2011

Patih Gadjah Mada, Jenderal Nusantara penakluk dunia!


Pemerintah Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, membentuk tim untuk penelusuran sejarah Gajah Mada. Tim diarahkan pada penggalian data menyangkut kemungkinan bahwa Maha Patih Majapahit yang dikenal dengan Sumpah Palapa itu berasal dari Lamongan.

Tim yang dibentuk oleh Bupati Masfuk dan mulai bekerja pekan ini diperkuat sejumlah budayawan. Pelaksana tugas Asisten Administrasi Lamongan, Aris Wibawa, kemarin mengatakan tim akan melakukan riset sejarah Gajah Mada di sejumlah museum di Surabaya, juga Trowulan, Mojokerto, dan beberapa tempat peninggalannya.

(Patung Patih Gadjah Mada di Lokasi Air Terjun Eksotis yg keren, Madakaripura Probolinggo)

Aris menyebutkan, dalam seminar dan rembuk budaya di Lamongan beberapa waktu lalu, dibahas keberadaan dan asal-usul Gajah Mada. Budayawan Lamongan Viddy A.D. Daery menyebutkan sejumlah cerita rakyat mengisahkan bahwa Gajah Mada adalah anak kelahiran Desa Mada (sekarang Kecamatan Modo, Lamongan). Di zaman Majapahit (1293-1527), wilayah Lamongan bernama Pamotan.



Berdasarkan cerita rakyat, Gajah Mada adalah anak Raja Majapahit secara tidak sah (istilahnya lembu peteng atau anak haram) dengan gadis cantik anak seorang demang (kepala desa) Kali Lanang. Anak yang dinamai Joko Modo atau jejaka dari Desa Mada itu diperkirakan lahir sekitar tahun 1300.

Kakek Gajah Mada, yang bernama Empu Mada, membawa Joko Modo ke Desa Cancing, Kecamatan Ngimbang. Wilayah yang lebih dekat dengan Biluluk, salah satu pakuwon di Pamotan, benteng Majapahit di wilayah utara. Sedangkan benteng utama berada di Pakuwon Tenggulun, Kecamatan Solokuro.

Salah satu bukti fisik bahwa Gajah Mada lahir di Lamongan ialah situs kuburan Ibunda Gajah Mada di Desa Ngimbang. Digambarkan, Joko Modo ketika itu berbadan tegap, jago kanuragan didikan Empu Mada. Di kemudian hari, dia diterima menjadi anggota Pasukan Bhayangkara (pasukan elite pengawal raja) di era Raja Jayanegara.

Ia menyelamatkan Jayanegara yang hendak dibunuh Ra Kuti, patih Majapahit. Gajah melarikan Jayanegara ke Desa Badander (sekarang masuk wilayah Bojonegoro) di wilayah Pamotan. Dari bukti-bukti itu, tim pelacakan Gajah Mada akan membuat dokumen. Tim akan bekerja sekitar enam bulan langsung di bawah pengarahan bupati. (source: http://betamedialink.blogspot.com)

Pada masa kepemimpinan Patih Gajah Mada ini nusantara kita pernah mengantarkan kerajaan Majapahit menjadi sebuah kerajaan terbesar sepanjang sejarah, wilayah kekuasaannya yang begitu luas yang meliputi Sumatera,semenanjung Malaya, Borneo (kalimantan), Sulawesi, Kepulauan Nusa tenggara, Maluku,Papua, dan sebagian kepulauan Filipina.

Dimana letak kemisteriusan seorang gajah mada. Gajah Mada, sampai sekarang tidak ada bukti tertulis mengenai tempat dan tanggal lahirnya. Ia memulai karirnya di Majapahit sebagai bekel Prabu Jayanagara (1309-1328) dan mengatasi Pemberontakan Ra Kuti, ia diangkat sebagai Patih Kahuripan pada 1319. Dua tahun kemudian ia diangkat sebagai Patih Kediri. ada sedikit dasar tentang kenapa dia dianggap dari daerah Modo - Lamongan. di daerah Cancing Ngimbang banyak ditemukan prasasti - prasasti yang diduga kuat peninggalan Majapahit, dan lagi pula daerah ini adalah yang terdekat dengan perbatasan Lamongan - Mojokerto. tepatnya di daerah Mantup, 20 kilometer selatan Lamongan. jadi sangat mungkin bila Gajah Mada berasal dari Lamongan. mengingat kuatnya bukti bukti prasasti yang ada di daerah inibahkan tempatnya juga sangat teratur sebagai tanah perdikan. termasuk beberapa makam kuno prajurit. juga makam kuno yang diduga kuat sebagai makam ibunda Gajah Mada. Nyai Andong Sari.

Pada tahun 1329, Patih Majapahit yakni Aryo Tadah (Mpu Krewes) ingin mengundurkan diri dari jabatannya. Ia menunjuk Patih Gajah Mada dari Kediri sebagai penggantinya. Patih Gajah Mada sendiri tak langsung menyetujui. Ia ingin membuat jasa dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan Keta dan Sadeng yang saat itu sedang melakukan pemberotakan terhadap Majapahit. Keta & Sadeng pun akhirnya takluk. Patih Gajah Mada kemudian diangkat secara resmi oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi sebagai patih di Majapahit (1334).

Sumpah Palapa

Pada waktu pengangkatannya ia mengucapkan Sumpah Palapa, yakni ia baru akan menikmati palapa atau rempah-rempah yang diartikan kenikmatan duniawi jika telah berhasil menaklukkan Nusantara. Sebagaimana tercatat dalam kitab Pararaton berikut:
“ Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa ”

(Gajah Mada sang Maha Patih tak akan menikmati palapa, berkata Gajah Mada "Selama aku belum menyatukan Nusantara, aku takkan menikmati palapa. Sebelum aku menaklukkan Pulau Gurun, Pulau Seram, Tanjungpura, Pulau Haru, Pulau Pahang, Dompo, Pulau Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, aku takkan mencicipi palapa (kebahagiaan).)

Walaupun ada sejumlah (atau bahkan banyak) orang yang meragukan sumpahnya, Patih Gajah Mada memang hampir berhasil menaklukkan Nusantara. Bedahulu (Bali) dan Lombok (1343), Palembang, Swarnabhumi (Sriwijaya), Tamiang, Samudra Pasai, dan negeri-negeri lain di Swarnadwipa (Sumatra) telah ditaklukkan. Lalu Pulau Bintan, Tumasik (Singapura), Semenanjung Malaya, dan sejumlah negeri di Kalimantan seperti Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga (Tanjunglingga), Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kandangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludung, Solok, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjungkutei, dan Malano.

Di zaman pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (1350-1389) yang menggantikan Tribhuwanatunggadewi, Patih Gajah Mada terus mengembangkan penaklukan ke wilayah timur seperti Logajah, Gurun, Sukun, Taliwung, Sapi, Gunungapi, Seram, Hutankadali, Sasak, Bantayan, Luwuk, Makassar, Buton, Banggai, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, Wanin, Seran, Timor, dan Dompo.

Perang Bubat

Dalam Kidung Sunda diceritakan bahwa Perang Bubat (1357) bermula saat Prabu Hayam Wuruk hendak menikahi Dyah Pitaloka putri Sunda sebagai permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk diterima pihak Kerajaan Sunda, dan rombongan besar Kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk melangsungkan pernikahan agung itu. Gajah Mada yang menginginkan Sunda takluk, memaksa menginginkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan pengakuan kekuasaan Majapahit. Akibat penolakan pihak Sunda mengenai hal ini, terjadilah pertempuran tidak seimbang antara pasukan Majapahit dan rombongan Sunda di Bubat; yang saat itu menjadi tempat penginapan rombongan Sunda. Dyah Pitaloka bunuh diri setelah ayahanda dan seluruh rombongannya gugur dalam pertempuran. Akibat peristiwa itu, Patih Gajah Mada dinonaktifkan dari jabatannya.
(sepertinya inilah latar belakang dilarangnya seorang gadis Sunda untuk mendapatkan suami Jawa...karena akan membangkitkan kenangan buruk di masa lalu...)

Dalam Nagarakretagama diceritakan hal yang sedikit berbeda. Dikatakan bahwa Hayam Wuruk sangat menghargai Gajah Mada sebagai Mahamantri Agung yang wira, bijaksana, serta setia berbakti kepada negara. Sang raja menganugerahkan dukuh "Madakaripura" yang berpemandangan indah di Tongas, Probolinggo, kepada Gajah Mada. Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa pada 1359, Gajah Mada diangkat kembali sebagai patih; hanya saja ia memerintah dari Madakaripura.

Akhir hidup

Disebutkan dalam Negarakretagama bahwa sekembalinya Hayam Wuruk dari upacara keagamaan di Simping, ia menjumpai bahwa Gajah Mada telah gering ato loro (sakit). Gajah Mada disebutkan meninggal dunia pada tahun 1286 Saka atau 1364 Masehi.

Hayam Wuruk kemudian memilih enam Mahamantri Agung, untuk selanjutnya membantunya dalam menyelenggarakan segala urusan negara.

1 komentar:

  1. Mengingatkan kalau nenek moyang kita dulu adalah manusia-manusia hebat yg sangat cinta tanah air & mau berjuang membuat sejarah bangsa ini harum

    BalasHapus